Judul diatas sengaja saya pilih untuk
merepresentasikan perasaan hati riang dan gembira para petani kopi arabika di
kaki gunung Ijen-Raung Kabupaten Bondowoso Jawa Timur. Pasalnya pada tahun 2014
ini, harga kopi arabika relatif lebih mahal dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Hal ini berbanding terbalik dengan harga tebu yang masih dibawah perkiraan,
bahkan sudah 2 bulan sampai tulisan ini dibuat uang DO (Delivery Order) dari
Pabrik Gula belum juga cair. Ternyata manisnya tebu tidak semanis harganya. Sebagai
orang “Ndeso” tentu perasaan hati ini trenyuh sekaligus gembira, Seandainya
harga Kopi dan Tebu sama-sama tinggi tentu penulis sangat senang melihat para
tetangga memperoleh pundi-pundi rupiah yang melimpah.
Kembali ke pokok permasalahan, bahwa
sejak panen kopi di mulai pada awal bulan Juni 2014 “manisnya” harga kopi
arabika sudah mulai terasa. Petik pertama kopi “Gelondongan” atau biji merah
sudah dihargai Rp. 4.000,-/kg, dua minggu kemudian naik menjadi Rp. 4.500,-/kg,
kemudian Rp. 5.000,-/kg sampai terakhir dihargai Rp. 6.000,-/kg. Itu untuk
harga “Gelondongan”, beda lagi jika sudah diproses menjadi biji HS (masih
terdapat kulit Ari) atau OC (Greenbean/biji mentah) maka harga kopi dipastikan
lebih mahal.
Bermodalkan bantuan dari dana CSR (Coorporate
Social Responsibility) Bank Indonesia, para petani kopi di kaki gunung
Ijen-Raung Kabupaten Bondowoso rata-rata sudah mengolah kopi arabika menjadi
biji HS yang kemudian diekspor ke luar Negeri (Amerika Serikat, Eropa, dll) melalui
koperasi yang ada. Harganyapun melampaui perkiraan yaitu Rp. 37.000,-/kg untuk
biji kopi HS Basah dan Rp. 45.000,-/kg. Semua biji kopi yang diekspor merupakan
hasil olah basah (full wash) sehingga memiliki cita rasa standart
internasional.
Akhirnya penulis berharap dan terus
berdoa semoga tahun depan harga kopi dan harga tebu sama-sama tinggi sehingga
senyum akan mengembang pada semua tetangga. Amin 3x.
Salam “Double Top Coffee”