Pages

Language

Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 19 Oktober 2016

SEJARAH KOPI ARABIKA IJEN RAUNG

Informasi yang tepat kapan Kopi Arabika mulai ditanam didataran tinggi Ijen Raung sangat berkaitan dengan sejarah masuknya bibit kopi pertama kali masuk ke Indonesia atau Hindia Belanda pada waktu itu. Pada abad ke-16, tepatnya kisaran tahun 1686 s/d 1696 Mayor Of Amsterdam (Nicholas Witsen) meminta Komandan Belanda yang bertugas di Selat Malabar untuk mendatangkan bahan tanam kopi dari Malabar di India ke Hindia Belanda.
Bibit kopi pertama yang didatangkan saat itu ditanam di Kadawoeng dekat Batavia. Gempa bumi dan banjir yang terjadi saat itu menggagalkan usah introduksi bahan tanam kopi pertama tersebut. Pada tahun 1699, Henricus Zwaardecroon kembali membawa bahan tanam kopi Arabika yang kedua dari Malabar. Bahan tanam inilahyang kemudian menjadi cikal bakal seluruh perkebunan kopi Arabika di Hindia Belanda.
Dua belas tahun kemudian tepatnya tahun 1711, dilakukanlah ekspor pertama kopi dari Jawa ke Eropa melalui perusahaan perdagangan milik pemeritah Hindia Belanda atau Dutch Indies Trading Company atau yang lebih dikenal dengan istilah Vereninging Oogst Indies Company (VOC). Ekspor tercatat sebanyak 116.687 pounds atau sekitar 52.929 kg ditahun 1720 dan 1396,486 pounds atau sekitar 433.635 kg ditahun 1724. Ekspor tersebut menjadikan Hindia Belanda sebagai daerah pertama diluar Ethiopia dan Arabia yang mengusahakan kopi dalam jumlah yang cukup banyak.
Pada tahun 1725 pemerintah Hindia Belanda mulai melakukan eksploitasi pada profit bisnis komoditas perkebunan seperti kopi, gula, teh dan karet. Raja Wilem 1 di Belanda kemudian memperkenalkan cultivation system dan terkenal dengan Cultuur Stelsel atau tanam paksa, eksploitasi terhadap lahan dan manusia mulai di lakukan pada tahun 1830-1870 setelah krisis ekonomi yang melanda Belanda kala itu.
Gambar : Pabrik Kopi Blawan (lereng IJEN RAUNG) sekarang
Sejak saat itulah kopi mulai di tanam di mana-mana di wilayah Hindia Belanda. Para pedagang di Amerika dan Eropa saat itu, bahkan mengenali daerah Besoeki dan Pasoeroean sebagai penghasil kopi Arabika di jawa, karena kopi dari daerah tersebut mendominasi 85% dari produksi kopi jawa. Beberapa daerah lain yang juga dikenal sebagai penghasil kopi saat itu adalah Preanger, Cheribon, Kadoe, Semarang, Soerabaya dan Tegal. Penanaman pertama di daerah Besoekih atau kawasan dataran tinggi Ijen Raung saat ini, dimulai dari Mount Blau sekarang Blawan, tercatat rumah administratur di Blawan dibangun pada tahun 1895 seiring dengan pembangunan pabrik disebelahnya. Tercatat setelah Blawan, Kebun Jampit juga mulai didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1927.
Gambar : Gunung Ijen Raung dilihat dari Banyuwangi
yang digambar oleh Emil Stohr (Jerman 1874)
 Sampai dengan abad 18, Java Coffe dipercaya sebagai salah satu kopi terbaik dan menjadi bagian coffee-blend klasik Mocha-Java. Mocha-Java merupakan hasil blending antara kopi yang berasal dari kota Al-Mukha di Yaman dengan kopi jawa (java coffee).
Pada tahun 1880 hanya jenis Arabika yang tumbuh di dataran Hindia Belanda, sampai 1878 penyakit karat daun, Hemiliea Vastatrix menyeleksi secara alami dan hanya tanaman Arabika yang tumbuh di dataran tinggi yang mampu bertahan hidup. Kopi Arabika yang tumbuh di dataran rendah mati akibat serangan penyakit tersebut. Pemerintah Hindia Belanda selanjutnya mulai menanam kopi jenis Robusta dan Liberika untuk mengganti tanaman kopi Arabika yang mati di dataran rendah tersebut.
Kopi Arabika yang dikelola perkebunan-perkebunan Hindia Belanda tersebut merupakan cikal bakal bagi perkebunan rakyat di kawasan Ijen Raung. Sekitar tahun 1920, penanaman terbatas dipekarangan dilakukan pertama kali oleh rakyat di daerah Kayumas, Sukorejo dan Darungan. Buruh-buruh tani yang saat itu juga bekerja di perkebunan-perkebunan milik pemerintah Hindia Belanda membawa biji-biji kopi untuk di tanam di pekarangan.
Setelah kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945, varietas-varietas baru kopi Arabika mulai di perkenalkan setelah revitalisasi dan nasionalisasi perkebunan-perkebunan besar milik Hindia Belanda tersebut pada tahun 1950. Pada awalnya istilah kopi Arabika kurang dikenal masyarakat di kawasan Ijen Raung. Mereka lebih mengenal “Kopi Padang”, dinamakan demikian karena setelah meminum kopi ini, maka pandangan menjadi terang atau “padang” dalam bahasa jawa.
Melalui Proyek Rehabilitas dan Pengembangan Tanaman Ekspor (PRPTE) tahun anggaran 1978/1979 melalui Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, pemerintah mulai berusaha untuk membangkitkan kembali budidaya kopi. Kegiatan tersebut secara tidak langsung meningkatkan motivasi untuk mengembangkan varietas Kopi Arabika di kawasan Ijen Raung. Pertimbangan pengembangan  Kopi Arabika Java Ijen Raung bukan hanya didasarkan pada kepentingan ekspor, akan tetapi perkebunan kopi di dataran tinggi juga dipandang mempunyai peran strategis dalam melestarikan fungsi hidrologis. PRPTE di Bondowoso telah mampu mengembalikan dan menambah luas areal perkebunan. Namun, peningkatan produksi tersebut rupanya belum diikuti dengan perolehan mutu yang baik.
Untuk mengatasi hal ini Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur bekerjasama dengan Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (PPKKI) untuk membangun agribisnis kopi Arabika di kawasan Ijen Raung dengan pendekatan pemberdayaan kelembagaan di tingkat petani. Dalam kerjasama ini fungsi Dinas Perkebunan lebih ditekankan pada penggarapan di sektor petani, sedangkan fungsi PPKKI lebih ditekankan pada penggarapan masalah pasar, pengawalan teknologi, perbaikan mutu, dan pembangunan sitem agribisnis.
Mesin yang difasilitasikan kepada UPH-UPH berupa pengelupasan kulit merah (pulper) dan mesin cuci (washer). Pada tahun 2009 PPKKI telah mulai menjajagi pasar dengan cara mendatangkan calon pembeli PT. Indokom Citra Persada dari Sidoarjo.
 
Gambar : Penulis sedang melakukan Pulper
Kopi Arabika IJEN RAUNG

             Pada awal tahun 2009 tersebut mulai di lakukan sosialisasi pentingnya mutu terhadap harga jual kopi Arabika Ijen Raung kepada para petani. Selain itu juga di mulai penyelengaraan pelatihan yg di kemas dalam bentuk sekolah lapang mengenai prosedur pengolahan basah pada kopi Arabika untuk memperoleh mutu cita rasa yang baik dengan menggunakan mesin yang tersedia. Pelatihan dipandu langsung oleh peneliti senior dari PPKKI. Pada tahun 2010 Dinas Perkebunan menfasilitasi para-para untuk penjemuran kopi berkulit tanduk (kopi HS). Setelah pelatihan para petani sudah mulai mau mengolah kopi dengan proses basah, walaupun dengan sikap sangat hati-hati.
Harapan adanya perbaikan harga ini rupanya telah mendorong para petani untuk menanam kopi kembali. Hal ini nampak dari animo petani untuk minta bantuan bibit kopi kepada Dinas Perkebunan. Pada tahun 2010 telah membantu bibit sambungan sekitar 15 ribu bibit kopi Arabika dengan batang bawah yang tahan terhadap nemaboda parasit.
  Sejak tahun 2010 situasi ini telah berubah. Semakin banyak konsumen yang ingin membeli Arabika basah, dan permintaan ini bisa dipenuhi oleh UPH-UPH yang di fasilitasi oleh Dinas Perkebunan yang terus menyediakan peralatan-peralatan kepada kelompok tani, dan oleh beberapa pembeli yang juga menyediakan beberapa peralatan selama tahun-tahun terakhir ini. Beberapa kelompk tani juga ada yang membeli peralatan sendiri. Sampai saat ini terdapat 28 UPH yang mampu untuk memproduksi kopi olah basah. Keadaan baru ini semakin mendorong seluruh petani yang telah mengembangkan petik gelondong merah untuk meningkatkan luas perkebunan mereka. Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur dan Dinas Bidang Perkebunan Kabupaten Bondowoso serta Situbondo juga menyediakan pohon-pohon kopi (S795) dengan tujuan untuk membantu mereka untuk mengembangkan perkebunan-perkebunan ini.
Penjabaran tentang sejarah Kopi Arabika Java Ijen Raung di atas menunjukkan bahwa lebih dari satu abad, kopi telah menjadi budaya masyarakat petani yang primordial. Bahkan bila ada fluktuasi besar pada lahan yang di tanami, kopi ini menjadi tanaman yang penting dan menjadi pendorong bagi pembangunan daerah.
Sejak pemerintahan Belanda mulai mengembangkan tanaman ini di kawasan Ijen Raung, kopi mulai mendapatkan reputasi yang tinggi di masyarakat maupun orang Indonesia lainnya dan para pecinta kopi dari manca negara.
Saat ini, berkat pengembangan agribisnis khususnya dukungan komonitas Kopi Arabika Java Ijen Raung, semakin banyak orang dari luar kawasan ini dan dari manca negara berdatangan ke kawasan Ijen Raung. Hal ini semakin meningkatkan reputasi kawasan ini maupun produk-produknya, khususnya kopi.
Selain konsumen dari domestik dan manca negara, konsumen Kopi Arabika Java Ijen Raung sekarang ini juga mencakup para pecinta kopi yang menganggap kopi jenis ini sebagai “origin coffee”, yang bersedia membayar kopi ini dengan harga tinggi. Para konsumen ini bisa ditemukan di Bondowoso atau di seluruh Indonesia, bahkan di Amerika, Australia dan beberapa negara Eropa, di mana kopi ini telah diekspor.  
 
Gunung Raung pada saat meletus 2015
Gambar diambil dari Kebun Penulis di Daerah Blawan Kec. Sempol


Sumber :
1.    Buku Persyaratan IG Kopi Java Ijen Raung, Kementerian Hukum dan HAM RI;
2.     Wikipedia.



Salam,

Petani Kopi IJEN RAUNG

Rabu, 28 September 2016

KOPI ARABIKA IJEN RAUNG & PENYEBARANNYA

Gambar : Aktifitas petani kopi IJEN RAUNG


Masyarakat dikawasan pegunungan Ijen Raung bersyukur atas limpahan kekayaan alam yang telah diberikan yang Maha Kuasa. Wilayah dataran tinggi pegunungan Ijen Raung telah mempunyai reputasi sebagai penghasil kopi Arabika sejak abad ke 18 dan telah dikenal dipasaran dunia dengan nama Java Coffe.
Kawasan pegunungan Ijen Raung terletak pada garis lintang  antara 07° 56.130’ – 08° 01.527’ LS, garis busur antara 114° 02,121’- 114° 09.335’ BT tersebut, telah mendiskripsikan sebagai kawasan dataran tinggi dengan variasi topografi antara datar, bergelombang dan berbukit. Terdapat 5-6 bulan kering pada bulan Mei-September. Jenis tipe tanah adalah Andisol dengan kesuburan fisik dan kimia sangat tinggi. Tanaman kopi di tanam di bawah penaung yang mempunyai kecenderungan mudah terdekomposisi dengan C/N rasio kurang dari 15 dan pH tanah antara 5.8-6.35 sehingga cukup optimal untuk pertumbuhan tanaman kopi. Dataran pengunungan Ijen Raung yang berada pada ketinggian antara 900 – 1.500 m d.p.l dengan suhu rata-rata 15-25° C sangat cocok untuk penanaman Kopi Arabika Java Ijen Raung.
Sehingga kawasan pegunungan Ijen Raung memiliki karakteristik yang bagus untuk tanaman kopi arabika yaitu :
1.    Ketinggian antara 1.000 s/d 1.500 mdpl.
Kebanyakan perkebunan kopi arabika Ijen Raung berada di ketinggian antara 1.000 s/d 1.400 mdpl, yang merupakan ketinggian yang dianggap ideal oleh para ahli kopi untuk ditanami kopi arabika.
2.    Curah hujan rata-rata 1.514 mm/tahun.
Curah hujan ini tidak merata sepanjang tahun, akan tetapi petani kopi arabika Ijen Raung berhasil untuk mengatasi permasalahan tersebut.
3.    Tanah vulkanik entisol dan inceptisol.
Tipe tanah tersebut diatas sangat cocok untuk tanaman kopi arabika. Karakteristik tipe tanah ini (Tekstur, pH, C, N, dan nisbah C/N) telah diteliti secara mendalam dan sebagian bisa menjelaskan cita rasa khas Kopi Arabika Ijen Raung.
Sedangkan daerah tanam Kopi Arabika Ijen Raung tersebar di beberapa Kecamatan yang berada di 2 wilayah Kabupaten yaitu Bondowoso dan Situbondo dengan penyebaran sebagai berikut :



Kopi Arabika Ijen Raung juga telah mendapatkan sertifikat indikasi geografis dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dengan nomor pendaftaran ID G 000000023 tanggal 10 September 2013.
Gambar : Logo Indikasi Geografis Kopi Arabika Ijen Raung

Selanjutnya kami siap mensuplai kebutuhan anda atas kopi arabika Ijen Raung. 

Salam,


Petani Kopi Ijen Raung

Jumat, 23 September 2016

PERBEDAAN KOPI ROBUSTA dengan KOPI ARABIKA


Saat ini banyak merk-merk kopi yang memajang label “100% Arabika” pada kemasan kopinya. Banyak juga di antara kita para peminum kopi yang sepertinya enggan mencicipi kopi Robusta. Namun apa sebenarnya perbedaan Arabika dan Robusta?
Rangkumannya dalam tabel berikut:



Variabel
Robusta
(Coffea canephora)
Arabika
(Coffea arabica)
Negara
Penghasil
25% hasil kopi dunia adalah robusta dengan Indonesia sebagai produsen robusta terbesar di dunia selain Vietnam, Srilanka, Madagascar, dan Nigeria. Salah satu daerah penghasil di Indonesia adalah daerah lereng Gunung Ijen Raung.
75% kopi arabika dihasilkan oleh Brazil, Kolombia, Peru, Nicaragua, Hawaii, Yaman, Ethiopia, dan Indonesia. Salah satu daerah penghasil kopi arabika terbaik di Indonesia adalah lereng Gunung Ijen Raung.

Daerah
Tanam
Dataran rendah, 400-700 mdpl dengan suhu 21-24°C.


Dataran tinggi, 700-1700 mdpl dengan suhu 16-20°C.
Kekuatan
Tanaman
Lebih tahan (robust) terhadap serangan hama karena mengandung Chlorogenic acid dan kafein lebih banyak (buah lebih pahit).
Sedikit lebih mudah terserang hama karena rasa buah lebih manis.

Ukuran
Pohon
Tinggi pohon mencapai 4-6 meter.
Tinggi pohon hanya 2-4 meter.

Bentuk
Biji
Cenderung lebih bulat dengan ukuran lebih kecil.
Lonjong dengan ukuran lebih besar.

Kandungan
Kafein
2,2%. Kandungan kafein yang lebih banyak membuat rasa robusta lebih pahit.
1,2%. Kandungan kafein yang lebih sedikit membuat rasa arabika lebih lembut.
Kadar
Gula
3-7%. Kadar gula rendah menentukan tingkat kelarutan kopi sehingga kopi robusta akan terasa lebih kental.

6-9%. Kadar gula yang lebih tinggi membuat kopi arabika lebih ringan.

Rasa
Secara umum, rasa robusta lebih pahit daripada arabika dengan aroma yang juga tidak “semenggoda” arabika. Namun kopi robusta tetap memiliki penggemar setia, khususnya mereka yang suka kopi pahit dan kental.
Aroma buah, bunga, dan rempah sering muncul pada kopi arabika. Keasaman (acidity) yang lebih tinggi dan rasa pahit yang samar membuat kopi arabika lebih nikmat bagi banyak orang.
 Harga
Harga robusta biasanya lebih rendah daripada arabika. Tapi saat ini terdapat robusta kualitas premium yang harganya dapat menyaingin arabika.
Karena perawatan yang lebih ekstra dan rasa yang lebih enak, kopi arabika biasanya lebih mahal daripada robusta.

Tentunya ragam spesies kopi tidak terbatas pada robusta dan arabika saja. Terdapat lebih dari 90 spesies kopi tapi hanya 4 spesies yang mempunyai posisi kuat yaitu arabika, robusta, liberika, dan excelsa. Dua spesies terakhir makin populer di kalangan peminum kopi dan mulai banyak petani yang menanamnya. Spesies arabika pun memiliki banyak varietas seperti Typica, Bourbon, Catimor, dan banyak lagi yang lainnya. Hal ini membuat rasa kopi menjadi sangat tidak terbatas.

Di Kutip dari berbagai sumber

Salam,


Petani Kopi Ijen Raung 
 

KOPI "DOUBLE TOP"

KOPI  "DOUBLE TOP"
Roasted Bean (Kopi Sangrai)

OFFICE :

RT 06/ RW 04 KEL. DAWUHAN KEC. SITUBONDO KAB. SITUBONDO PROV. JAWA TIMUR INDONESIA QUICK RESPON CALL/SMS KE : Dewi Ayuning 082 301 095 528 PIN BB : 749BE1A3

KOPI "DOUBLE TOP"

KOPI  "DOUBLE TOP"
Berbagai Produk

Kontak Kami

Nama

Email *

Pesan *